Kamis, 05 Juli 2012

MARHABAN YA RAMADHAN

Oleh Jajang Suryana


Menyambut Ramadhan banyak caranya. Ada yang mengunjungi orang tua. Ada yang nadran. Ada yang bersih-bersih, munggah. Setiap orang berbeda-beda cara dan gaya untuk merealisasikan kebahagiaan bertemu kembali dengan bulan Ramadhan.

Apa pun bentuknya, pernyataan kegembiraan bertemu dengan Ramadhan adalah sebuah kondisi fitrah. Seseorang yang merasa sangat beruntung bertemu dengan bulan "pembakaran", berharap banyak untuk bisa membersihkan diri pada bulan penuh maghfirah ini. Oleh karena itu, sejak Sya'ban, kesiagaan memasuki masa Ramadhan telah diupayakan secara terencana.

Sesuatu yang dipersiapkan, biasanya, lebih baik hasilnya. Rencana yang matang yang telah disiapkan jauh hari untuk menjaring aneka pahala kebaikan pada bulan "subur" ampunan ini, pada saatnya tinggal melaksanakan.


BERBISNIS DENGAN ALLAH


Allah merancang aneka keadaan terkait dengan kesejahteraan manusia. Jika kita sangat perhitungan, kita akan sangat kelabakan mencatat segala nikmat Allah yang telah dianugerahan kepada kita. Oleh karena itu Allah telah mewanti-wanti kita: "Jika engkau mencoba menghitung-hitung nikmat Allah, sungguh engkau tidak akan bisa mengalkulasinya".

Bulan Ramadhan adalah bulan tantangan. Allah telah menyediakan aneka kegiatan seperti yang telah dicontohkan oleh Nabi-Nya, bagaimana manusia muslim harus menyikapi Ramadhan, dan di mana sumber-sumber pahala bisa dijadikan sebagai ajang "bisnis dengan Allah" yang sama sekali tidak akan menimbulkan kerugian: bisnis yang tak pernah terpengaruh fluktuasi harga!.


"Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang telah Kami anugerahkan kepada mereka dengan
diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi" (Q.S. Faathir: 29)


Kemudian Allah juga berfirman dalam surat Ash-Shaff:


"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?" [10]
"Yaitu kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya" [11] 
(Q.S. Ash-Shaff: 10-11)

Dalam lanjutan ayat tadi, Allah menjanjikan "pengampunan dosa, surga 'Adn, pertolongan Allah, dan keme-nangan yang dekat waktunya" (Q.S. Ash-Shaff (12-13).


Sepanjang bulan Ramadhan kita bisa menangguk berbagai keuntungan dari amaliyah membaca kitab Allah, tadarrus. Tetapi, barangkali bisa kita fahami, membaca Alqur-an berarti mengerti isinya. Jika kita hanya berlomba memperbanyak jumlah ayat yang dibaca, memperbanyak jumlah khatam, sementara isi Alqur-an itu sama sekali tak bisa kita tangkap, kita harus khawatir dengan peringatan Allah: "Begitu banyak orang yang membaca Alqur-an, tetapi Alqur-an melaknatnya". Bagi masyarakat masa Rasulullah yang berbahasa Arab sebagai bahasa-ibunya, mereka tidak memperoleh begitu banyak kesulitan untuk memahami isi Alqur-an yang mereka baca. Sedangkan kita yang membaca dengan kondisi sekadar membaca, tampaknya lebih banyak manfaatnya jika membaca sambil belajar memahami maknanya. Selama Ramadhan, kita bisa lebih kerap belajar memahami isi Alqur-an, kemudian mencoba menerapkannya dalam kehidupan kita. Betapa indah.

Beriman kepada Allah, salah satu di antaranya mengimani keberadaan Alqur-an sebagai kitabullah, sebagai petunjuk dari Allah, adalah mencoba memahami kandungan Alqur-an agar makna-makna yang terkandung di dalamnya menjadi hudan (petunjuk), furqan (pembeda haq dengan bathil), bayan (penjelas), dan sejumlah fungsi Alqur-an lainnya. Jika fungsi-fungsi tersebut luput ketika kita membaca Alqur-an, kita khawatir termasuk ke dalam golongan orang yang disebutkan Allah (sebagai analogi) dalam surat Al-Jumu-'ah: 5).

Pengertian kata tadarrus adalah mempelajari. Kata tadarrus berasal dari kata darrasa, mempelajari. Bertadarrus, seharusnya, mempelajari isi Alqur-an. Khatam, tamat membca Alqur-an, tidak menjamin seseorang mengerti isi bacaannya. Padahal, membaca Alqur-an adalah membaca tingkat tinggi --ini tantangan terberat bagi ummat: mengaji, membahas, mengulas makna-makna, kemudian merealisasikan pemahaman tentang makna itu dalam setiap langkah kehidupan: menjadikan isi Alqur-an sebagai tuntunan akhlak. Seperti ketika ditanyakan tentang akhlak Nabi, maka jawabnya adalah Alqur-an.

Di samping pernyataan keimanan kepada Allah, melalui keimanan terhadap Alqur-an, melalui tadarrus, kita bisa mengumpulkan kebaikan yang lain untuk mengejar janji Allah, "menguras" lumbung pahala. Shalat yang rutin, shalat wajib yang lima waktu, bisa dilengkapi dengan shalat sunat, yang telah dijamin oleh Allah sebagai "pelengkap" kekurangan yang kita lakukan dalam menjalankan shalat fardu. Qiyamullail, bangun malam, pada malam-malam selain Ramadhan diisi dengan shalat tahjjud. Pada Ramadhan, qiyamullail diisi dengan shalat sunat tarawih. Agar syiar Allah semakin terang, perlu dilakukan secara berjama'ah. Ini adalah lumbung pahala yang lain yang perlu dikuras. Allah selalu mengingatkan kita tentang jihad dengan harta dan jiwa. Infaq fi sabiilillah, banyak macamnya. Dalam bulan Ramadhan, kantong-kantong pahala yang bisa dibeli dengan infaq banyak sekali. Memberi makan kepada orang yang akan berta'jil, di antaranya, adalah salah satu kantong penuh pahala tadi.

Di samping itu, kantong-kantong yang biasa disediakan sebagai tempat pahala berbagai jenis shadaqah, tetap siap, tetapi dengan peningkatan kadar nilainya. Jihad dengan jiwa, sekalipun dalam batas tertentu dibolehkan atas dasar aturan yang diridhai oleh Allah, Nabi telah mencontohkan dengan ketegasan pilihan yang sangat menguntungkan bagi kita. Nabi menyatakan: "Kita kembali dari jihad yang kecil dan akan menuju jihad yang besar". Jihad yang kecil adalah peperangan fisik. Jihad yang besar yang ditunjuk oleh Nabi adalah menghadapi bulan Ramadhan, melaksanakan ibadat shaum wajib. Dalam pelaksanaan shaum itu, jihad melawan hawa nafsu menjadi kegiatan yang paling utama, dan memiliki nilai lebih tinggi ketimbang jihad fisik.


"Sungguh telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh barkah di dalmnya, dibuka di dalamnya segala pintu surga, dikunci di dalamnya segala pintu neraka, dan dibelenggu di dalamnya semua syaitan. Di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa tidak berbuat kebajikan pada malam itu, maka sungguh tidak ada kebajikan untuknya" (H.R. Ahmad, Nasai, Baihaqi).