Minggu, 21 Juli 2013

RAMADHAN BULAN PENUH PERHITUNGAN

Oleh Jajang Suryana



“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur-an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur-an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik …..”. (Al-Muzzammil: 20)


Ada sejumlah perhitungan yang bisa diambil oleh manusia sebagai pilihan. Rentangan hitungan seperti duapertiga, setengah, atau sepertiga adalah rentangan pilihan bebas yang bisa dimanfaatkan manusia dalam melaksanakan kegiatan qiyamullail. Perhitungan-perhitungan lainnya yang telah disiapkan oleh Allah agar manusia bisa menetapkan pilihan kualitas pekerjaan ibadarnya bisa ditemukan dalam semua kegiatan pada bulan Ramadhan.

Bulan Ramadhan, sungguh, kerap menjadi bulan yang sangat ditunggu-tunggu. Banyak orang yang sadar betul bahwa pada bulan Ramadhan ini semua amal, seperti yang telah dijanjikan oleh Allah,  menjadi sangat berharga. Banyak perhitungan amal yang berlipat ganda nilainya dijanjikan oleh Allah sebagai bahan penarik perhatian bagi manusia. Allah menjanjikan pelipatgandaan nilai kebarkahan amal. Bahkan puncak pelipatgandaan itu, insya Allah akan kita jelang pada Lailatul Qadar. Bisa kita bayangkan: kebaikan yang kita lakukan pada saat itu akan dilipatgandakan pahalanya dalam hitungan pahala kebaikan seribu bulan. Bahkan lebih baik daripada 1.000 bulan. Sedangkan jika kita teliti janji Allah yang lain, pada saat yang lain, selain Lailatul Qadar, Allah juga menjanjikan balasan berupa pahala kebaikan kita dengan lipatganda satuan satu, tiga, tujuh, tujuh puluh, bahkan tujuh ratus.

Selama bulan Ramadhan, orang cenderung terikat rencana-rencana. Satu hal yang sangat kentara adalah rencana-rencana terkait dengan perilaku shaum. Seseorang yang akan shaum, ternyata, secara tradisi telah biasa dengan upaya “pembersihan diri”. Ada tradisi mandi di sumber air besar seperti laut, danau, sungai, atau kolam. Orang tua-tua zaman dulu menyebut kegiatan bersih-bersih menjelang masuk bulan Ramadhan itu dengan sebutan kuramas atau keramas, atau ada juga yang melaksanakan pembersihan di makam-makam. Pembersihan diri seperti itu baru sebatas masalah fisik. Padahal Rasulullah mengajari kita dengan contoh perilaku pembersihan jasmani maupun ruhani. Sebelum memasuki Ramadhan, kita harus siap dalam kondisi bersih tubuh dan bersih hati. Caranya, meminta maaf kepada semua orang, terutama yang kerap berinteraksi dengan kita. Karena, berbagai masalah seringkali timbul dengan orang-orang yang dekat dengan kita.

Pada Ramadhan ini, tentu kita juga telah bersiap-siap. Pertama, persiapan sisi psikis, emosi, nafsu, karena nafsu inilah yang paling besar pengaruhnya kepada keikhlasan perilaku. Nafsu juga berpengaruh kepada persiapan yang kedua, yaitu persiapan fisik. Pengaruh nafsu terhadap kesiapan fisik bisa dibandingkan dengan yang biasa dialami dan menjadi masalah besar bagi para olahragawan. Pengendalian nafsu menjadi sangat penting. Bershaum sebulan, berarti mengkondisikan diri untuk menguasai hawa nafsu. Orang yang melaksanakan shaum diharapkan bisa mencapai kondisi taqwa, yaitu kondisi sehat ruhani sebagai motor penggerak kehidupan seseorang dan sehat jasmani sebagai perangkat mesin yang akan sangat dipengaruhi kondisi ruhani. “Shuumuu, tashihhu”, itu kalimat hikmah yang sudah sangat populer: “Bershaumlah, tentu engkau akan sehat”.

Masa shaum adalah masa istirahat sementara mesin tubuh kita. Biasanya, pada siang hari, ketika shaum dijalankan, manusia cenderung memforsir mesin tubuh untuk berbagai hal yang mengenyangkan isi perut. Begitu pun kepuasan indera yang lain seperti mata, telinga, dan hidung, cenderung dipenuhi pada saat siang hari. Pada kenyataannya, tidak ada yang terlalu banyak berubah dalam urusan pemenuhan isi perut pada bulan Ramadhan ini. Seseorang yang shaum pada siang hari, tetap bisa memenuhi keperluan kalori tubuhnya pada malam hari. Jadi, secara fisik, hanya memindahkan waktu makan minum saja. Tetapi efeknya kepada tubuh manusia sangat kentara. Begitu banyak orang yang dalam keadaan sakit sebelum masa shaum, kemudia bisa mendapat kesembuhan, setelah sebulan menjalani shaum. Kita harus yakin kepada aturan yang telah ditentukan oleh Allah. Allahlah yang telah mengatur kita. Allahlah yang menciptakan kita. Oleh karena itu, apa yang diatur oleh Allah untuk kita, pasti tidak akan menyimpang dari kebutuhan dan kecocokan dengan kondisi tubuh manusia. Bahkan, dengan melaksanakan aturan tersebut, manusia akan mendapat banyak hikmat terkait dengan kepatuhan terhadap aturan tersebut.

Beberapa hal harus kita persiapkan selama pembinaan bulan Ramadhan ini. Pertama keteraturan yaitu ketepatan waktu dan kesinambungan pekerjaan. Pada setiap Ramadhan kita dibimbing untuk memenuhi ketepatan waktu. Satu contoh dekat misalnya dalam urusan beta’jil yang diajarkan oleh Nabi kita secara tepat waktu. Kita harus bersegera membatalkan shaum (: ta’jil artinya bersegera) ketika telah datang waktu Maghrib. Contoh lain adalah masalah sahur yang harus diakhirkan, mendekati masa waktu Shubuh. Artinya, ada tuntutan yang harus dipatuhi secara tepat waktu, bahwa ketika seseorang telah menuntaskan acara makan sahur, tenaga untuk melaksanakan shalat Shubuh cukup kuat. Tetapi, jika seseorang telah menyelesaikan makan sahur jauh sebelum datang waktu Shubuh, ada kecenderungan orang tersebut dibebani tuntutan mata yang mengantuk. Ketika tidur telah dipilih, beban untuk melaksanakan shalat Shubuh semakin berat, bahkan bisa jadi shalat Shubuh diterlantarkan, tidak dilaksanakan. Na’udzubillah.

Begitu banyak orang yang telah jauh-jauh hari mempersiapkan hari kemenangan, Idul Fitri, dengan berbagai persiapan fisik semata. Baju baru, makanan yang banyak, kendaraan untuk mudik, dan sebagainya. Sementara itu, persiapan mental untuk memanfaatkan rentangan bulan Ramadhan yang masih panjang, yang penuh barakah, maghfirah, dan ‘itqumminannaar (kesempatan untuk lepas dari api Neraka), cenderung terlupakan. Padahal, untuk menyongsong hari kemenangan tidak bisa dengan cara berdiam diri, tetapi harus mengisi bulan Ramadhan dengan berbagai perilaku Islami yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw. Memperbanyak membaca Alqur-an dan meningkatkan pemahamannya, banyak bershadaqah, banyak berdo’a, mengisi malam Ramadhan dengan ibadat sunnat, adalah beberapa contoh saja yang pernah dilakukan oleh Nabi kita untuk membeli kemenangan pahala yang lebih baik daripada perilaku ibadat seribu bulan. Lailatul qadar dan kondisi fitri di akhir bulan Ramadhan memang perlu dibeli dengan amalan yang banyak dan dawam.