Oleh Jajang Suryana
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barangsiapa bershaum pada
bulan Ramadhan dan mengetahui segala batas-batasnya serta memelihara diri,
segala yang baik dia pelihara, niscaya shaumnya menutupi dosanya yang telah
lalu" (H.R. Ahmad dan Baihaqi)
Begitu banyak janji Allah. Semua kita yakini pasti akan terbukti. Allah
akan menepati semua janjiNya. Ini berarti, bahwa Allah telah menyediakan begitu
luas lahan lumbung pahala yang bisa kita pilih, kita bongkar sesuka dan semampu
kita.
Diampuni dosa adalah sebuah keadaan yang melegakan. Tidak ada beban
berat lagi ketika kita telah terbebas dari dosa-dosa. Oleh karena itu, dalam
hadits yang lain Nabi mengungkapkan kebebasan seseorang setelah menempuh masa
Ramadhan, kemudian diampuni dosanya oleh Allah, adalah seperti seorang anak
yang baru dilahirkan oleh ibunya.
Jika setiap tahun, pada setiap Ramadhan, semua dosa kita dihapus oleh
Allah, kita baru bisa menyelesaikan satu paket kewajiban mendasar, tanpa
kelebihan apa pun. Untuk bekal menjelajah Kampung Akhirat, kita memerlukan
banyak bekal. Bekal itu bisa didapat dari pelaksanaan kewajiban mendasar
ditambah dengan aneka ibadat sunnat.
Ibadat sunnat tampaknya seperti hal yang ringan saja. Mengacu kepada definisi
pengertian kata sunnat: sesuatu yang jika dilaksanakan mendapat pahala, tetapi
jika ditinggalkan tidak terkait dosa. Definisi tersebut benar. Reaksi
kebanyakan muslim-muslimat terhadap pengertian kata sunnat, adalah dengan
memenggal bagian belakang definisi tadi: meninggalkan yang sunnat tidak akan
mendapatkan dosa.
Memang, meninggalkan yang sunnat tidak berdosa. Ibadat sunnat adalah
"ibadat suka-suka". Begitu yang sering menjadi dasar tafsir banyak
orang. Tetapi, jika dikalkulasi secara teliti, ternyata menjalankan yang wajib
semata, berarti menjalankan tugas dasar, tugas yang memang melekat kepada semua
mahluk. Jika mahluk telah menjalani hal itu, itulah yang sewajarnya dilakukan.
Namun, dalam pelaksanaan kewajiban mendasar itu, setiap orang belum tentu mampu
untuk mencapai kesempurnaan pelaksanaannya. Jika pemenuhan yang mendasar saja
tidak sempurna, dengan apa kita bisa menambal yang bolong, menjarit yang robek,
merekat yang lepas? Ibadat sunnat, ternyata, untuk keperluan itu. Di
samping itu, ibadat sunnat adalah bekal
murni ketika kita akan melanglang Kampung Akhirat nanti.
SHAUM DAN PEMBIASAAN
Sering kita dengar bahwa bulan Ra-madhan adalah masa training, masa latihan. Kita dengar juga
bahwa bulan Ramadahan adalah masa perbaikan kembali perangkat jasmani, hardware tubuh kita. Pernah juga kita
dengar orang yang menyebutkan bahwa masa Ramadhan adalah masa pembiasaan Ketiga
sebutan itu benar. Dalam perjalanan hidup tahunan, manusia memerlukan waktu
jeda, yaitu satu waktu yang khusus lebih banyak digunakan untuk memikirkan,
melaksanakan, dan meningkatkan kuantitas serta kualitas ibadat mahdhah maupun
ghair mahdhah. Selama sebelas bulan, rata-rata manusia melakukan pembaruan
segala kebutuhan jasmani dan kepentingan pribadi. Sesekali saja kebutuhan
rohani, kepentingan di luar pribadi, menjadi bahan perhatian kita. Naf-su
individu sangat kentara di sana.
Pada bulan Ramadhan, semua nafsu yang gelombangnya difokuskan kepada
kebutuhan yang sangat pribadi (kesenangan, kepentingan, kebutuhan, kesukaan
diri) harus dialihkan untuk memenuhi kebutuhan yang lebih luas. Ketika
seseorang bisa menyediakan sekadar pembuka shaum, misalnya beberapa teguk air,
Nabi SAW telah menyampaikan janji Allah tentang balasan kebaikan tersebut
setara dengan nilai shaum yang dilakukan oleh orang yang kita beri sekadar
pembuka shaum. Betapa janji Allah sangat menggiurkan. Dan, tidakkah kita
tertarik untuk memenuhi tantangan Allah tersebut?
Nabi bersabda:
"Shadaqah yang paling utama adalah shadaqah pada
bulan Ramadhan" (H.R. Turmudzi)
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa shaum pada siang harinya (shaum
Ramadhan) dan mendirikan shalat malam (qiyamu Ramadhan) di malam harinya,
karena iman dan mengharap ridla Allah, niscaya bersihlah (keluarlah) dia dari
dosanya, seperti (sebersih) ia waktu dilahirkan oleh ibunya" (H.R. Ibnu
Khuzaimah)
Sabda Rasulullah SAW yang lain:
"Tiga kelompok manusia yang
tidak akan ditolak do'anya: orang yang shaum hingga dia berbuka, imam
(pemimpin) yang adil, dan orang yang dizhalimi" (H.R. Ah-mad dan Turmudzi)
Shadaqah, qiyamullail, dan do'a, adalah di antara banyak hal yang bisa
dijadikan bahan pembiasaan baik selama Ramadhan. Ketiganya terkait dengan janji
Allah. Allah akan memberi balasan yang berlipat, asalkan semua kegiatan tadi
dilakukan di atas keikhlasan untuk mengejar ridla Allah semata.
SHAUM HANYA UNTUK ALLAH
Keihlasan beribadat hanya untuk Allah merupakan bentuk ibadat yang
sangat dianjurkan. Sebelum seseorang mencapai tingkat manusia muttaqin, ia
harus bisa mengkondisikan segala bentuk pengabdiannya kepada Allah secara
ikhlas: hanya untuk Allah. Dan sejak awal, Allah telah menggambarkan bah-wa
shaum adalah jenis ibadat mahdhah yang dikhususkan untuk Allah. Perhatikan
sabda nabi SAW:
"Semua amal perbuatan Bani Adam menyangkut
dirinya pribadi, kecuali shaum. Sesungguhnya shaum itu untukKu, dan karena itu
Akulah yang langsung membalasnya. Shaum itu ibarat perisai, pada hari
melaksanakan shaum janganlah kamu mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan, dan
tidak enak didengar, dan jangan pula ribut hingar bingar bertengkar. Jika di
antara kalian ada yang memaki atau mengajak berkelahi, hendaknya engkau katakan
kepadanya: "Sesungguhnya aku sedang shaum' ". Selanjutnya Nabi
bersabda: "Demi Tuhan yang diri Muhammad di tanganNya, sesungguhnya bau
busuk mulut orang yang shaum lebih wangi di sisi Allah daripada bau kasturi.
Dan bagi orang yang shaum tersedia dua kegembiraan, gembira ketika berbuka
shaum dan ketika menemui Tuhannya karena me-nerima pahala shaumnya" (H.R.
Syaikhoni, Nasai, dan Ibnu Hibban).